Kampus, Kok, Memeras
Ada kampus tertentu yang mematok uang SPP tinggi, tapi kualitasnya rendah. Ada juga yang mematok uang pembangunan yang harus dibayar dalam jangka waktu tertentu. Saya sudah mengatakan berkali-kali bahwa uang pembangunan ini hanya akal-akalan bisnis saja. Kalau Anda membeli ikan, apakah harus membayar juga uang sewa timbangannya, uang pisaunya, dan uang kreseknya? Tentu saja tidak. Konsep uang gedung juga tidak masuk akal. Ini hanya strategi kampus untuk menarik uang sebanyak mungkin dari mahasiswa.
Mereka bilang untuk pembangunan dan pengembangan gedung dan fasilitas, tapi tetap saja fasilitas kampus begitu-begitu saja. Kalau mahasiswa mau memfotocopy modul, tetap keluar uang juga. Mau pinjam buku, tetap keluar uang juga. Seharusnya kampus yang menarik uang pengembangan harus menyediakan fasilitas gratis yang memudahkan mahasiswa dalam perkuliahan mereka.
Ada juga uang seminar proposal, uang sidang skripsi, uang yudisium, uang wisuda, uang ini dan itu. Alibinya untuk uang snack seminar dan uang administrasi. Omong kosong itu. Uang Administrasi, kok, berkali-kali. Belum lagi uang daftar Toefl yang ditarik berkali-kali. Kalau belum lulus, ya, daftar lagi, ya bayar lagi.
Orang tua harus jeli mencari universitas untuk anak-anaknya. Carilah kampus yang jelas pembiayaannya. Carilah kampus yang sistem pembiayaannya jelas dan satu paket di awal. Anda hanya membayar di awal dan tidak perlu mengeluarkan uang untuk ini dan itu di kemudian hari.
Jangan cari kampus yang memeras. Masak seminar proposal saja harus pakai uang. Apa gunanya uang SPP yang tinggi itu. Ada kampus yang mematok biaya daftar ujian skripsi. Pada saat yudisium, keluar uang lagi. Pada saat daftar wisuda, keluar uang lagi. Itu hanya akal-akalan kampus tertentu untuk menarik uang dari mahasiswa.
Semua lembaga pendidikan itu pasti berbisnis. Kalau Anda mengatakan lembaga pendidikan Anda tidak berbisnis, Anda justru bohong. Semua lembaga pendidikan pasti cari untung. Lalu kalau menafikan itu, Anda naif. Semua lembaga pendidikan pasti berbisnis. Apa gunanya bikin usaha jasa kepada orang, lalu tidak mengambil keuntungan.
Hanya saja, dalam konteks berbisnis, lembaga pendidikan milik pemerintah dan lembaga pendidikan swasta ada perbedaan. Kampus-kampus milik pemerintah tidak punya keleluasaan yang lebih besar dari lembaga pendidikan swasta. Kampus-kampus swasta punya keleluasaan yang fleksibel untuk menarik uang dari para mahasiswa. Sebenarnya itu tidak masalah. Kampus swasta butuh uang untuk membiayai kegiatan operasionalnya dan tentu saja keuntungan untuk pemilik yayasan.
Yang saya tentang itu adalah praktik pemerasan. Sedikit-sedikit mahasiswa diminta untuk mengeluarkan uang. SPP sudah tinggi, tapi tetap saja ditarik uang ini dan itu. Bahkan untuk Tes Baca Qur’an saja, mahasiswa diminta untuk mengeluarkan uang.
Kalau bisa kementerian yang punya wewenang di bidang ini menegur. Jangan sedikit-sedikit uang dan memeras mahasiswa dengan alibi dan alasan yang formal. Kendati kebijakan-kebijakan dibuat secara internal, tapi pemerintah harus turun tangan untuk ini. Bereskan itu! Tunjukan komitmen pemerintah untuk mewujudkan pendidikan untuk semua kalangan.
Untuk orang tua, carilah kampus berkualitas. Kualitas kampus tidak ditentukan dari tinggi rendahnya biaya pendidikan. Justru, bagi saya, kampus yang suka patok SPP tinggi itu adalah kampus yang kualitasnya jelek. Mengapa? Karena mereka butuh biaya publikasi dan pencitraan untuk menarik minat calon mahasiswa. Mereka butuh publikasi karena akreditasi yang rendah. Ketika akreditasi rendah, anak Anda akan sulit bersaing dalam kompetisi lapangan kerja.