Benarkah Cinta Ayah Sepanjang Galah?
“Cinta ibu sepanjang masa. Cinta ayah sepanjang galah,” bunyi kalimat bijak. “Sesangar apapun singa tidak akan memakan anaknya sendiri” bunyi kalimat bijak yang lain. Dua kalimat bijak tersebut sering saya dengar. Bahkan sempat tertanam dalam pikiran saya bahwa ibu lebih menyayangi anaknya dibanding bapak. Ibu tidak akan membunuh anaknya dalam keadaan apapun. Benarkah seperti itu?
Setelah menjadi bapak, saya mempertanyakan kembali kalimat-kalimat bijak itu. Hingga akhirnya saya menduga dan menyimpulkan bahwa apa yang dikatakan itu memang sengaja dibuat untuk mendiskreditkan kaum laki-laki. Itu sengaja dibuat oleh kelompok tertentu yang sangat benci dengan maskulinitas dan peran superior laki-laki. Orang-orang dari kelompok tertentu membuat propaganda untuk merendahkan peran laki-laki sekaligus bapak. Mereka sengaja membuat propaganda seperti itu demi menekan derajat laki-laki.
Terkait “Sesangar apapun singa, tidak akan memakan anaknya sendiri” juga tidak relevan dengan kehidupan nyata. Kalimat bijak ini memang ditujukan ke orangtua. Tapi oleh beberapa orang diidentikkan dengan sosok ibu. Kalimat bijak itu hanya relevan dengan dunia dongeng. Ada ratusan kasus ibu kandung membunuh anaknya sendiri. Terlepas dari apapun keadaannya, seharusnya kalau memang seorang ibu itu baik terhadap anaknya, dia tidak akan membunuh anak kandungnya. Kalimat bijak itu pun, dugaan saya sengaja dibuat dan dijadikan propaganda untuk meninggikan posisi perempuan. Siapa yang buat? Ya, oleh kelompok tertentu yang mungkin sedang memiliki misi, salah satunya untuk memperjuangkan persamaan hak dan posisi perempuan. Klaim bahwa ibu tidak akan membunuh anaknya juga mengandung makna yang sentimental. Di sana terkandung makna tersirat bahwa bapak akan melakukan hal yang sebaliknya. Seolah-olah bapak jauh lebih jahat dibandingkan ibu. Padahal kenyataannya ada banyak ibu yang tega meninggalkan anaknya demi ego pribadi seperti mengejar cita-cita dan hidupnya.
Benarkah kasih bapak hanya sepanjang galah? Saya pikir tidak. Itu keliru dan propaganda kotor kaum tertentu. Kasih bapak dan kasih ibu sama-sama sepanjang masa. Mengapa ibu yang terlihat lebih menyayangi anaknya? Karena perempuan dan ibu lebih banyak mengungkapkan kasih sayang kepada anaknya dalam bentuk omongan dan sikap yang terlihat. Jadi, terlihatlah cinta itu. Kadang juga di beberapa keadaan terlihat riya’. Lain halnya dengan bapak. Cinta bapak tidak terlihat karena bapak menunjukkan cintanya dengan bekerja keras dan mencari nafkah. Seorang bapak bahkan rela tinggal jauh dengan anak-anaknya demi mencari nafkah. Tanpa itu anak-anak tidak akan bisa hidup, makan, sekolah, dan survive.
Selama ini sebagian masyarakat sempit memaknai cinta. Masyarakat hanya mengartikan cinta dalam bentuk pelukan, perkataan manis, dan belaian. Karena itu, cinta bapak sering tak terlihat karena kebanyakan bapak enggan menunjukkan cinta dengan hal-hal seperti itu. Kadang juga peran ibu sering dinilai berlebihan ketika menunjukkan betapa perhatiannya dia kepada anaknya. Sedangkan peran bapak sering dianggap biasa saja. “Ah, cari makan ‘kan sudah jadi tanggung jawab dia. Jadi, apa yang dilakukannya itu wajar,” pandangan sinis seorang ibu kepada seorang laki-laki.
Bentuk cinta seorang bapak adalah dengan mengajarkan kekuatan pada anaknya untuk menghadapi kehidupan dan dunia. Dunia ini keras. Cara ibu yang terlalu lembut mendidik anaknya seringkali tidak relevan dan justru membuat anak lembek dan tidak siap menghadapi kehidupan. Cinta bapak ditunjukkan dengan sikapnya yang keras dan tegas agar anak kuat dan realistis menghadapi hidup.
Mengapa seolah-olah ibu yang terlihat lebih peduli terhadap anaknya? Karena memang peran ibu ter-setting untuk di depan layar. Cara berpikir orang kebanyakan adalah menyematkan gelar kepahlawanan kepada mereka yang kontribusinya terlihat. Sedangkan peran bapak memang di belakang layar, sehingga tidak terlihat dan seringkali dianggap tidak cinta terhadap anak-anaknya.
Bapak adalah simbol kekuatan. Cinta bapak sepanjang masa. Ada, loh, yang karena kalimat brengsek di atas, seorang anak diskriminatif terhadap bapak dan ibunya. Dia lebih menyayangi ibunya. Dia komplain bapaknya jarang pulang sejak kecil. Tapi dia tidak mau memahami bahwa bapaknya rela berjauhan dengan anak dan istrinya karena mencari nafkah untuk memastikan keluarganya bisa makan.
Kamu masih menganggap cinta bapakmu sepanjang galah? Kamu masih mempercayai itu? Lihat wajah bapakmu. Pernahkah kamu bertanya berapa ribu kilometer yang telah ia lalui bertahun-tahun demi mencari nafkah? Bapakmu rela dianggap tidak berperan dan tidak menyayanginmu demi memastikan hidupmu baik-baik saja.
Ibumu memang menjagamu dari dalam, tapi bapakmu menjaga, melindungi, dan membesarkanmu dari luar dengan cara yang tak terlihat. Semoga para bapak di dunia selalu diberikan kekuatan.