Menghadang Anies

Salah satu cara realistis untuk mempertahankan proyek IKN tetap jalan adalah menghadang Anies. Jangan pernah biarkan Anies mencalonkan diri jadi presiden, kata seseorang. Yang perlu dilakukan oleh kubu Jokowi saat ini adalah bagaimana caranya Anies tidak mendapatkan tiket jadi capres. Setidaknya mulai dari sekarang, dalam konteks mempertahankan proyek IKN, Jokowi harus memastikan bahwa penerusnya adalah yang akan melanjutkan apa yang sudah dimulainya.

Prabowo? Makin ke sini, saya tidak yakin ia akan melanjutkan proyek IKN itu. Setelah Mega dan PDI-P memutuskan untuk mengusung Ganjar, kita tahu dengan jelas di mana posisi Jokowi. Mungkin Jokowi pernah meminta Prabowo jadi cawapres-nya Ganjar, tapi sampai sekarang, Prabowo masih punya ambisi untuk nyapres. Tidak tahu ke depannnya. Boleh jadi ia mau jadi wakil. Masak, demi kepentingan bangsa dan negara tidak mau.

Tapi hingga saat ini harapan Jokowi satu-satunya adalah Ganjar. Kendati pengkhinatan dalam politik adalah hal yang biasa, setidaknya karena berasal dari partai yang sama, Ganjar sepertinya bisa dipercaya oleh Jokowi.

Saat ini, di antara Ganjar, Anies, dan Prabowo, hanya Ganjar yang memiliki kepastian dalam hal dukungan. Prabowo masih silaturrahim politik sana sini untuk mendapatkan dukungan. PKB belum fiks jadi teman seperjuangan. Untuk PKB ini masih ada kemungkinan mendukung Ganjar. Untuk Anies, meskipun Nasdem, Demokrat, dan PKS sudah sepakat, tapi tidak ada yang tahu internalnya masih bergejolak cari cawapres-nya Anies. Ketiga partai mengusung kadernya masing-masing. Tentu ini akan menjadi hambatan dalam berkoalisi. Tidak ada yang bisa memastikan bahwa koalisi yang sudah disepakati sekarang itu permanen. Masih terbuka kemungkinan untuk bongkar pasang.

Begitulah politik. Cara realistis untuk menang adalah dengan menghadang dan menjegal lawan atau yang berpotensi menjadi lawan. Bukan semata-mata karena takut kalah, tetapi meminimalisir lawan yang berpotensi merepotkan itu penting.

Bagaimana cara menghadang Anies? Pertama, dekati Nasdem dan Paloh. Sampai sekarang Paloh dan Jokowi masih teman dalam koalisi terlepas dari pasang surut hubungan kedua tokoh ini. Pendekatan kepada Paloh dapat dilakukan oleh Jokowi sendiri atau tangan kanannya, seperti Luhut, cs. Beberapa bulan yang lalu, Paloh dan Luhut bertemu di Inggris. Saya yakin di sana ada pembicaraan politik, salah satunya tentang ajakan untuk berkoalisi lagi. Pertemuan-pertemuan serupa harus diintenskan agar Paloh goyah, lalu kemudian berkoalisi dengan PDI-P. Pada tahun 2014 dan 2019, PDI-P dan Nasdem ‘kan teman koalisi. Isu mengapa terjadi keretakan hubungan kedua partai, termasuk juga dengan Jokowi adalah ketidakdilan dalam pembagian jatah kursi menteri. Nah, sekarang, kalau mau mengajak Nasdem bergabung. Pembagian jatah harus jelas di awal. Asumsikanlah Nasdem bergabung mengusung Ganjar, koalisi mendukung Anies pasti bubar.

Kedua, mempengaruhi Demokrat atau PKS melalui tangan Prabowo. Katakanlah Prabowo mau jadi wakil Ganjar, peluang untuk menggoyah Demokrat atau PKS itu besar. Maka jadilah koalisi PDI-P, Gerindra, PPP, Hanura, dan PKS. Memang PDI-P dan PKS tidak ada sejarah berkoalisi sejauh ini, tapi ‘kan tidak ada yang tidak mungkin dalam konstelasi politik. PKS keluar, Nasdem-Demokrat tentu akan kesulitan mencari teman baru. Waktu terus berjalan.

Sekali lagi, bagaimana caranya proyek IKN di Kalimantan Timur itu tetap jalan. Maka sekarang Jokowi terus bekerja dan berpikir keras agar jangan sampai ada lawan politik yang menganggu dan menghambat itu.

Maka cara menghadang Anies yang ketiga adalah dengan melakukan manuver dan kebijakan politik tertentu yang tak terduga untuk menghadang Anies.

Ini politik, bro. Persoalannya bukan lagi hari demi hari lagi. Tapi detik demi detik itu sangat menentukan. Jangan pernah menarut harapan terlalu tinggi pada formasi koalisi yang ada sekarang. Semua masih bisa berubah.

Mungkin ada yang berkomentar, kok, sebrutasl itu skenarionya. Eh, dalam politik, semua itu wajar. Tidak peduli cara kamu menang, yang penting kamu menang.

Anies harus kuat. Jangan hanya mengandalkan partai pengusung untuk bermanuver. Dia sendiri yang harus bergerak, kalau dihadang dan dijegal, ya, lawan. Kalau sudah masuk kandang singa, maka berlakulah seperti singa. Tinggalkan dunia akademis dan perdosenan yang terkesan lugu berpolitik praktis. Seseorang boleh pintar dan cerdas menjadi dosen, tapi belum tentu lihai berpolitik praktis. Ketika masuk kandang singa, seseorang harus siap memakan.

Add a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *