Umat Islam dan Kekalahan Prabowo
Kekalahan Prabowo meninggalkan pelajaran kita sebagai bangsa. It leaves us a valuable political lesson. Pelajaran apa? Yaitu pelajaran agar tidak mengaitkan dukungan umat Islam dengan capres tertentu. Umat Islam dan kekalahan Prabowo di Pilpres 2019 adalah dua hal yang tidak saling terkait. Terhadap mereka yang mengatakan bahwa kekalahan Prabowo adalah kekalahan umat Islam adalah pemikiran yang dangkal. Saya memahami bahwa cara berpikir yang seperti itu datang dari mereka yang memanfaatkan agama demi kepentingan politik. Saya yakin Prabowo pun tak sampai hati jika memperkuda umat Islam.
Kekalahan Prabowo tidak merepresentasilan umat Islam seluruhnya. Toh, ada jutaan umat Islam yang memilih Jokowi. Adapun sekelompok pendakwah yang membuat semacam keputusan agar umat Islam memilih Prabowo dulu, saya anggap itu lebih dekat ke orientasi politik daripada demi kemaslahatan umat Islam. Toh, juga ada banyak juru dakwah dan ulama Islam yang memilih Jokowi.
Saya menyinggung ini bukan untuk mengungkit kembali luka yang ditinggalkan pada Pilpres 2019 lalu, tetapi saya ingin kita menarik hikmah bahwa kekalahan Prabowo tidak ada ada hubungannya dengan dukungan umat Islam Indonesia secara keseluruhan. Ada yang mengatakan seolah-olah kekalahan Prabowo saat itu adalah bumerang bagi umat Islam Indonesia karena kepemimpinan Indonesia jatuh di tangan yang salah. Hal itu terbantahkan. Sampai hari ini umat Islam Indonesia hidup relatif rukun. Adapun yang clash itu hanya sebagian kecil dari umat Islam Indonesia yang mayoritas.
Prabowo kalah, ya, kalah dengan dirinya sendiri. Bukan kekalahan umat Islam. Prabowo kalah karena memang yang menginginkan Jokowi menjadi presiden lebih banyak dari yang menginginkan Prabowo.
Justru saya melihat bahwa sebagian besar umat Islam yang tidak tertarik dalam polarisasi adalah yang mereka yang disebut sebagai silent voters itu. Umat Islam yang silent voters inilah yang mendukung Jokowi dan menentukan kemenangan Jokowi di tahun 2019.
Saya mengungkit ini dengan harapan di Pilpres 2024 tidak ada lagi politisi tertentu yang menunggang umat agama tertentu demi mencapai ambisi untuk berkuasa. Pelajaran yang ditarik dari kemenangan Jokowi adalah bahwa umat Islam yang kelihatannya diam dan tidak tertarik pada polarisasi (agama) adalah mereka yang menentukan siapa pemenang pilpres.
Mereka itu terlihat tidak peduli, tapi akan memberikan dukungan pada capres yang dilihatkan tidak terlibat dalam konflik dan polarisasi yang tidak berkesudahan. Umat Islam yang silent voters itu adalah mereka yang dapat mengindentifikasi mana politisi yang memanfaatkan isu agama tertentu dan yang tidak dalam menggapai kekuasaan. Umat Islam yang silent voters adalah mereka yang cerdas membedakan mana pemimpin yang lurus niatnya membawa kemaslahatan bagi bangsa dan negara dan yang mana yang tidak.
Pelajaran bagi politisi manapun bahwa sebagian besar umat Islam sangat tidak tertatik jika ditarik ke dalam kepentingan politik dan partisan. Hanya sebagian kecil saja yang mau terlibat. Itu pun mereka yang terlibat itu tidak semuanya tahu apa yang sedang diperjuangkannya. Mereka hanya ikut-ikutan saja.
Pelajaran bagi para politisi di Pemilu 2024 adalah tidak ada gunanya memperkuda agama dan umat Islam untuk menggapai ambisi partisan. Justru yang ada hanyalah kekalahan. Tidak percaya? Silakan buktikan. Sudah banyak contohnya.