Aktivis Tidak Boleh Seperti Anjing
Beberapa hari yang lalu saya menjadi pembicara di sebuah acara para aktivis mahasiswa. Salah satu hal yang saya sampaikan adalah, bahwa aktivis mahasiswa harus segera menyelesaikan kuliahnya agar segera mencari pekerjaan.
Tidak ada istilahnya mahasiswa yang kebetulan menjadi aktivis boleh telat wisuda karena sering berdemonstrasi membela kepentingan rakyat. Itu omong kosong dan pembenaran atas ketidakmampuan dan kebodohan menyesuaikan diri dengan tanggung jawab utama sebagai mahasiswa, yaitu belajar dan kuliah.
Logikanya, bagaimana mungkin aktivis mahasiswa berteriak lantang yang katanya membela kepentingan rakyat, sedangkan mengurus diri sendiri saja tidak becus. Tidak usah bicara membela kepentingan rakyat, urus dan bereskan dulu kuliahmu. Bagaimana aktivis mahasiswa berbicara tentang tanggung jawab atas kepentingan rakyat, dia sendiri saja belum mampu bertanggung jawab kepada orangtuanya yang menyekolahkan. Saya katakan itu justru omong kosong.
Justru aktivis mahasiswa sejati adalah yang memprioritaskan kuliahnya agar lekas wisuda, lalu mencari pekerjaan. Aktivis mahasiswa sejati adalah yang menjaga amanah orangtuanya dengan cara cepat wisuda.
Coba tanyakan pada jutaan orangtua mahasiswa, mereka pasti ingin anaknya cepat selesai kuliah. Bukan berdemonstrasi. Ada, sih, yang mendukung anak berdemonstrasi, tapi sangat sedikit.
Kembali ke soal aktivis mahasiswa harus segera bekerja. Ya, betul. Karena rokok, kopi, operasional propaganda dan demonstrasi tidak bisa dibayar dengan bulu ketiak. Mereka yang membela kepentingan rakyat harus selesai dulu dengan dirinya.
Aktivis harus memiliki pekerjaan dan sumber penghasilan. Dengan begitu, dia tidak rentan dibayar dan disuap. Lapar dan dahaga tidak bisa dibayar dengan omongan. Tapi harus dengan uang.
Faktanya, mengapa banyak aktivis cenderung bersikap menjilat? Ya, karena mereka tidak memiliki sumber penghasilan yang menopang kemandiriannya. Ujung-ujungnya mereka rentan dibayar dan disuap oleh pihak-pihak tertentu. Maka jangan heran banyak aktivis yang tumpul dan terbungkam. Lagi-lagi itu karena urusan perut.
Tidak sedikit aktivis yang dipakai oleh penguasa untuk memukul lawan politik si penguasa itu sendiri. Si aktivis tidak bisa berbuat apa-apa karena dia bergantung uang dan perutnya pada si penguasa. Ibaratnya anjing, ia akan setia, patuh, dan menjilat yang memberinya makan.
Aktivis yang rentan disuap tentu akan mudah disetir. Ia hanya tajam pada orang lain yang tidak memberinya makan. Ia akan menjilat yang memberinya makan.
Karena itu, aktivis harus mapan dulu, setidaknya punya penghasilan sendiri. Ketika aktivis mandiri, ia tidak akan mudah disetir. Ia bersuara lantang dengan kemerdekaan penuh.
Dus, aktivis tidak boleh seperti anjing. Seekor anjing yang diberi makan akan setia dan menjilat orang yang memberinya makan. Aktivis harus merdeka.
Kamu jenis aktivis yang mana? Yang mudah disetir karena urusan perut, lalu menjilat penguasa atau yang mandiri?