Jangan Takut Kawin Lari
Nikah itu sebenarnya mudah. Kalau mau, ya, langsung kawin saja, toh. Yang menyulitkan itu adalah keinginan untuk mendapatkan yang sempurna, status sosial, jumlah mahar, atau keinginan orang tua yang berbelit-belit. Ribet! Karena itu, saya tidak suka pakai adat-adat-an atau tetek bengek sosial dalam hal urusan pernikahan karena itu kebanyakan menghambat.
Kalau dua orang mau menikah, urus persyarataan di KUA, selesai urusan. Pakai adat ini dan itu boleh-boleh saja, asalkan tidak menghambat terwujudnya pernikahan. Mau sampai kapan nikahnya kalau dihambat dengan yang urusan yang begitu-begitu? Apa harus menunggu jadi perjaka dan perawan tua dulu? Ibaratnya mangga, akan enak dinikmati kalau sedang ranum. Kalau lewat waktunya, ya, rusak. Tidak laku lagi.
Terkait ingin mendapatkan yang sempurna, ya, sampai kapan pun tidak akan pernah mendapatkan yang sempurna. Kamu sendiri tidak sempurna, lalu mencari yang tidak sempurna, ya, susah. Sampai kiamat kamu tidak akan menikah. Sungguh eman kenikmatan dunia tidak kamu manfaatkan lantaran mencari yang sempurna. Bukalah mata dan hatimu. Seks yang enak dan nikmat tidak akan pernah kamu rasakan kalau pilih-pilih. Ada orang berkomentar kalau dia tidak mengejar seks. Walah, itu bohong. Kalau normal, pasti ingin. Yang enak begitu, kok, tidak mau.
Terkait mengikuti pilihan orang tua, itu juga tidak benar. Kalau anak sudah dewasa, beri mereka kewenangan untuk menentukan pilihan dan kebahagiaannya. Jangan karena embel-embel status dan kehormatan sosial, lantas menghambat anak untuk menikah. Mau sampai kapan anak dibiarkan menunggu. Apakah mau dibiarkan menjadi perjaka dan perawan tua? Kasihan mereka. Memang tidak ada batasan umur menikah, tapi kalau sudah lewat umur 30, sangat susah mendapatkan pasangan. Jujur-jujur saja ini, siapa yang mau melamar perempuan kalau sudah lewat umur.
Ada orang bilang jodoh itu di tangan Tuhan. Itu juga salah. Jodoh itu di tangan manusia. Tuhan hanya pada posisi merestui dan melihat usahamu. Yang saya lihat, banyak orang menyembunyikan kemalasannya untuk bergerak mencari jodoh di balik kalimat “Jodoh sudah ada yang atur.” Tuhan bisa tertawa mendengar kalimat spekulatifmu itu. Urusan jodohmu, kok, Tuhan yang dibebankan.
Ada juga orang tua yang mendoktrin atau menakut-nakuti anak dengan kalimat, “Kalau kamu tidak menurut pada pilihan bapak dan ibu, pernikahanmu tidak akan berkah.” Walah, bagi saya itu juga omong kosong. Pemikiran yang seperti itu adalah bentukkan budaya dan keegoisan orang tua. Agama Islam yang saya anut tidak pernah mendoktrin seperti itu. Orang tua macam itu egois. Kalau anak sudah dewasa, mereka berhak menentukan pilihan terbaiknya.
Lagipula, saya tidak percaya kalau anak melawan orang tuanya dengan menikahi pilihan hatinya, rumah tangganya kelak jadi tidak berkah. Yang menentukan langgeng dan berkahnya rumah tangga adalah komunikasi yang lancar; seks yang rutin, nikmat, dan enak; dan komitmen untuk selalu bersama. Masalah ekonomi bagaimana? Selama pasangan itu mau berjuang bersama dari nol, rumah tangganya pasti langgeng. Tuhan juga tidak akan salah menjatuhkan hukumannya. Anak tidak salah jika menikahi pilihan hatinya.
Jangan takut kawin lari. Kawin lari itu terhormat karena menjadi wadah bagi dua orang yang ingin menjalin keseriusan ke jenjang pernikahan. Masak, mau berzina terus. Kalau segala cara sudah di tempuh tapi deadlock, pakai cara kawin lari. Hilanglah bersama pasanganmu dua sampai tiga hari. Toh, nanti dinikahkan juga. Tapi ingat, laki-laki dan perempuannya harus berkomitmen untuk berjuang, bersama, dan melewati segala macam ujian. Komitmen untuk tidak meninggalkan pasangan satu sama lain sangat dibutuhkan.
Seharusnya hari ini tidak ada anak muda yang depresi sampai bunuh diri lantaran tidak direstui pilihan hatinya oleh orang tuanya. Karena ada fasilitas yang bernama kawin lari ini. Kalau mau menikah, tapi terhambat oleh ini dan itu, tempuh saja kawin lari.
Pertanyaannya: Adakah laki-laki yang mau berjuang dan menempuh kawin lari—setelah semua cara normal ditempuh tapi tidak membuahkan hasil? Seharusnya kalau cinta dan sayang pada perempuannya, ya, kawin lari. Anak laki-laki harus berani mengambil keputusan. Jangan bergantung pada kata orang tua. Kamu itu sudah laki-laki dewasa. Jangan terus-terus jadi anak mami dan papi. Memacari anak perempuan orang, kamu berani. Giliran diminta serius untuk menikahi, banyak alasan. Cemen lu! Jantan itu bukan umbar kegantengan, tapi harus diwujudkan dengan keberanian dan kemandirian dalam mengambil keputusan sendiri.
Ayo, bagi pasangan yang sudah sejak lama ingin menikah tapi terhambat oleh hal-hal tak penting seperti pilihan orang tua, mahar, takut pada orang tua, segeralah kawin lari biar segera bersenggama.
Ketika satu pintu tertutup, jangan risau. Masih ada pintu belakang, jendela, ventilasi, dan kolong dapur untuk keluar. Selamat berkawin lari. Semoga tulisan ini menginspirasi mereka yang ingin segera menikah, tapi terhambat oleh tetek bengsek yang tidak penting itu.