“Hidup Itu Keras, Mas”
Suatu waktu kami ada kesempatan berkomunikasi dengan mereka yang bekerja sebagai pekerja seks komersial (PSK) dan wanita penghibur di suatu wilayah. Kami datang pure untuk mengajak mereka mengobrol terkait pekerjaan yang mereka lakoni.
Terjadilah percakapan di antara kami. Untuk menjaga etika dan kerahasiaan identitas, perempuan ini sebutlah Mawar. Terlebih dahulu kami meminta izin untuk mengajak ngobrol. Kami sangat berhati-hati dan menghindari pertanyaan yang menyinggung informan kami. Kami mengajaknya bicara pada malam hari. Tempat tinggalnya adalah tempat kerjanya. Dia melayani tamu-tamunya di situ. Laki-laki yang ia layani tidak hanya “produk lokal” tapi juga “produk negara tetangga”.
Saya : “Mbak, sejak kapan di sini?”
Mawar: “Saya di sini sudah 6 tahun.”
Saya : “Bisa ceritakan bagaimana bisa sampai ke sini?”
Mawar : “Pada awalnya saya ke sini direkrut oleh sebuah agen dengan janji untuk dipekerjakan di sebuah salon. Beberapa teman saya dijanjikan bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Nyatanya kami dipekerjakan sebagai wanita penghibur yang melayani tamu-tamu yang datang ke sini.”
Saya : “Mengapa tidak memutuskan balik ke daerah asal?”
Mawar : “Sudah kadung, mas.”
Saya : “Maksudnya, bagaimana?”
Mawar : “Hidup itu keras, mas. Saya janda. Saya punya dua anak yang harus disekolahkan. Kalau saya balik ke daerah asal, saya mau kerja apa? Kalau hanya berjualan pecel atau rawon, saya dapatnya tidak seberapa. Tentu saya tidak bisa membesarkan dan menyekolahkan anak saya.”
Saya : “Berapa yang mbak Mawar dapatkan di sini?”
Mawar : “Cukup untuk membiayai hidup, kirim ke orangtua, dan biaya sekolah anak. Setiap malam saya mendapatkan uang tip dari tamu yang saya layani. Uang tipnya pakai mata uang asing. Di sini saya dapat gaji juga.”
Saya : “Oke, terimakasih. Saya doakan hal-hal baik akan selalu menyertai mbak Mawar.”
Obrolan saya tutup. Dari cerita dan pengalaman Mawar di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa terjerumusnya orang dalam pekerjaan yang menurut budaya itu buruk dan haram tidak selalu karena ia tak sadar dan dipaksa. Tetapi ia mengambil keputusan sulit dengan sadar karena keadaan dan keharusan untuk bertahan hiduplah yang mendorong orang mengambil keputusan sulit.
Saya memilih untuk tidak menanyakan “Mengapa Anda memilih bekerja di sini?” karena itu tidak etis dan menyinggung nuraninya. Idealnya semua orang ingin bekerja dengan baik, nyaman, dan tidak melanggar norma dan budaya. Tapi keadaan sulitlah yang tidak memberikannya pilihan. Tidak ada pilihan lain.
Saya juga tidak datang dengan jubah hakim untuk menghakimi “Kamu itu PSK. Itu dosa.” No, no, saya tidak suka menghakimi sesama manusia. Hanya Tuhan yang berhak menghakimi. Satu hal yang harus dihargai adalah perjuangannya untuk bertahan hidup di tengah kerasnya hidup.
Setiap orang menghadapi kehidupannya masing-masing. Hidup itu keras. Hidup itu tidak mudah. Pengalaman di berbagai tempat dan bertemu dengan banyak orang dan segala profesinya membuat saya terus belajar bagaimana menjadi manusia bijak.
Kalau Anda ada di posisi seperti Mawar, apa yang Anda lakukan? Tolong jangan pernah berpikir atau memberi jawaban, “Pulang ke daerah saja. Cari kerja yang halal. Tuhan pasti kasih jalan. Nanti masuk neraka kalau jadi PSK” Hei, hidup itu keras. Tidak semua orang seperti Anda. Urusan surga dan neraka itu hak prerogatif Tuhan. Manusia jangan mencampuri.