Positif-Negatif Bekerja dari Rumah
Saat ini bekerja dari rumah menjadi tren di kalangan anak muda. Sebagian Milenial dan Z yang akrab dengan teknologi dan media sosial memilih bekerja dari rumah dan terlibat dalam pekerjaan informal. Untuk mencari uang, mereka tidak lagi prefer berangkat pagi pulang siang atau sore. Mereka juga mulai tidak menyukai bekerja di kantor. Bekerja di balik meja bukan tipikan Milenial dan Z. Itu membosankan bagi mereka.
Ciri Milenial dan Z adalah tidak suka diatur dan cakap menggunakan teknologi. Karena mereka tidak suka diatur, sebagian besar dari mereka memanfaatkan media sosial dan berkah teknologi seoptimal mungkin untuk mengumpulkan uang dan menggapai kesejahteraan hidup. Milenial dan Z yang berumur 20-an tahun sudah mampu menghasilkan omzet ratusan juta melalui Tiktok, Instagram, Facebook, dan platform media sosial lainnya. Mereka tidak harus repot-repot keluar rumah. Mereka mengandalikan segalanya dari rumah dengan perangkat internet dan smartphone. Sekarang bukan hal yang wow ketika remaja umur 22 tahun menghasilkan omzet puluhan juta dari berjualan kacamata di TikTok Shop.
Hanya saja karena tidak terlihat beraktivitas, mereka kadang dipandang sinis oleh generasi tua atau Baby Boomers. Bekerja, bagi sebagian orang tua yang lahir sebelum tahun ‘80-an adalah aktivitas yang harus terlihat mengeluarkan keringat dan omongan. Ingat! Harus terlihat. Kalau belum “terlihat”, kamu masih belum dianggap bekerja. Lain halnya dengan Milenial akhir dan Z yang bekerja dengan lebih banyak mengandalkan otak dan kecakapan teknologi.
Karena generasi yang lahir sebelum ‘80-an masih eksis, tidak jarang Milenial dan Z dianggap sebagai generasi rebahan dan pemalas. Sebaliknya, Milenial dan Z melihat Baby Boomers sebagai generasi kolot. Baby Boomers melihat teknologi adalah ancaman, sedangkan Milenial dan Z memandang teknologi sebagai keberkahan.
Ada beberapa sisi negatif dan positif bekerja dari rumah. Sisi negatifnya, antara lain: Pertama, kamu akan dianggap melakukan pesugihan dan memperdaya tuyul. Namanya bekerja dari rumah, berarti segalanya dikendalikan dari dalam rumah dengan diam. Para tetanggamu yang resek akan mempertanyakan sumber penghasilanmu dan apa saja yang kamu miliki. Kamu tidak terlihat bangun pagi untuk mengejar absen di kantor, tapi, kok, kamu bisa makan enak dan membeli stuff yang kamu inginkan. Para tetangga yang resek akan menjadi detektif dadakan mencari tahu itu. Saran saya, tetaplah membuat mereka penasaran. Kalau bisa buatlah mereka tambah curiga bahwa seolah-olah kamu melakukan pesugihan dan memelihara tuyul. Tetanggamu yang resek sekali-kali perlu dikerjain. Kalau bisa, kamu siapkan perangkat pesugihan di depan rumah agar terlihat seolah-olah kamu memang benar melakukan praktik sesat pesugihan.
Kedua, kamu akan dianggap pengangguran oleh BPS. BPS hanya mengkategorikan orang yang memiliki pekerjaan jika orang itu statusnya PNS, tentara, atau polisi. Selain itu, akan dikategorikan sebagai pengangguran terbuka. Berwirausaha, pun begitu. Masyarakat yang kolot pikirannya menganggap sektor informal dengan sebelah mata. Untuk menyikapi ini, pilihannya ada di kam; apakah kamu akan bersikap tidak peduli dengan status pengangguran terbuka atau baper karena disebut pengangguran.
Ketiga, kamu akan diremehkan oleh calon mertuamu yang peduli dengan status sosial. Calon mertua yang menilai orang dari status pekerjaan akan meremehkan kamu yang bekerja dari rumah. Kamu dianggap miskin dan tidak punya pekerjaan. Karena kamu hanya bekerja dari rumah, kendati kamu dapat menghasilkan 8 juta rupiah per bulan, akan kalah dengan seorang pemuda dengan status PNS golongan 3 B yang gajinya 3,5 juta rupiah (belum dikurangi cicilan motor gede yang dikredit dengan SK CPNS). Orangtua pacarmu akan memperhatikan status, bukan berapa besar penghasilan calon suami anaknya. Tapi tidak semua calon mertua seperti ini.
Keempat, kamu akan digunjing oleh teman arisan ibumu dan kolega bapakmu. Sebagian orang di desa dan daerah masih memelihara sikap resek terhadap urusan anak orang lain. Ibumu akan malu kalau kamu belum jadi PNS, sekalipun dengan bekerja dari rumah, kamu sudah bisa membangun rumah. Pilihannya pun ada di kamu; nasibmu disetir oleh omongan teman arisan ibumu dan kolega bapakmu, atau kamu memilih jalanmu sendiri. Sebagian orangtua ada yang memaksa anaknya untuk bekerja sebagai aparatur sipil negara demi menjaga status sosial. Padahal …, ah, kamu tahu apa yang kumaksud.
Kelima, tidak dapat dana pensiun. Kamu yang bekerja dari rumah tidak akan mendapatkan dana pensiun seperti halnya PNS dari negara. Tapi ini sebenarnya bukan hal yang luar biasa. Mari kita coba hitung. Kalau kamu PNS dan pensiun di umur 60 tahun lalu check out di umur 65 tahun, maka kamu hanya mendapatkan dana pensiun selama 5 tahun. Besar dana pensiun adalah 1,5 juta rupiah. Kalau kamu bekerja dari rumah sebagai wirausahawan, kamu bisa menyiapkan dana pensiun yang jauh lebih besar dari yang didapatkan oleh PNS untuk menikmati masa tuamu dengan hedon. Jadi, ini bukan sesuatu yang wow.
Setidaknya lima hal di atas yang saya identifikasi sebagai sisi negatif jika kamu bekerja dari rumah. Sekarang giliran sisi positif-nya. Apa itu?
Pertama, kamu tidak perlu repot-repot bangun pagi ke kantor. Kalau bekerja dari rumah, kamu tidak perlu repot bangun pagi hanya untuk mengejar absensi jam 8 pagi di kantor. Kalau telat 2 menit, kamu akan ditegur, diberi SP, sampai potong gaji. Intinya kamu tidak menyerahkan kemerdekaan hidup pada aturan yang dibuat oleh manusia.
Kedua, kamu bisa liburan kapan saja yang kamu mau. Hidup hanya sekali, jadi manfaatkan dengan liburan sebanyak mungkin. Kalau kamu bekerja dari rumah, kamu bisa liburan di hari Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, dan Sabtu. Kapan pun kamu mau berlibur, berliburlah.
Ketiga, kamu tidak perlu makan hati karena dimanfaatkan atasan dan senior. Kalau bekerja dari rumah, kamu dapat menghindarkan diri dari penjajahan gaya baru dari atasan atau senior yang memanfaatkan kejunioran dan keluguan kamu sebagai pegawai baru. Kadang kamu diberi beban tugas yang bukan tupoksimu. Pokoknya kamu merdeka. Tidak ada yang memerintah. Tapi tidak semua kantor pemerintahan berlaku seperti ini. Ada, kok, yang tidak menjajah pegawai baru.
Keempat, tidak ada yang menyetir dan menentukan deadline. Kalau bekerja dari rumah, kamu bisa menjadi bos sekaligus karyawan pada usaha yang kamu lakoni. Kamu bisa menentukan sendiri kapan kamu harus menyelesaikan target dan batas waktu pekerjaanmu.
Kelima, kamu lebih punya banyak waktu untuk bersama anak dan istri. Bekerja dari rumah memungkinkan seseorang suami atau istri punya banyak waktu untuk bersama keluarganya.
Keenam, kamu dapat menghindari praktik cari muka pada atasan untuk mendapatkan promosi jabatan. Bukan rahasia umum, mereka yang bekerja di kantor akan menghadapi teman kerja yang menghalalkan segala cara dan mencari muka pada atasan demi mendapatkan promosi jabatan. Ketika bekerja dari rumah, kamu dapat menghindari lingkungan dan iklim kerja yang toksik dan tidak sehat.
Ketujuh, kamu tidak harus mengorbankan waktu hidupmu untuk hal yang monoton. Kamu yang bekerja dari rumah dapat menghindari aktivitas yang monoton sampai umur 60 tahun. Berangkat pagi pulang sore sampai umur 60 tahun adalah hal yang tentu membosankan bagi sebagian orang.
Itulah sisi negatif dan positif bekerja dari rumah. Sekarang saatnya kamu menentukan keputusan yang tepat untuk kehidupanmu sampai menjelang ajal menjemput.