Politik dan SDM Kualitas Rendah
Saya mau buat teori. “Kalau politik praktis dijalankan oleh mereka dengan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang rendah, maka keputusan politik, kebijakan, dan laku politik berpotensi besar menjadi bencana.” Pernyataan ini terkesan sinis, tapi saya berharap ini dapat menjadi pelajaran bagi kita untuk terus meningkatkan kualitas SDM kita. Sehingga, ketika terjun ke politik praktis, setiap individu dapat membawa perubahan. Minimal kalau tidak bisa membuat perubahan, tidak membawa kerepotan dan masalah bagi orang lain.
Saya juga bermimpi pernyataan teoretis di atas terus tersebar luas untuk menjadi pengingat bagi kita akan kondisi keindonesiaan yang nyata. Kita harus percaya diri dalam berteori agar tidak sedikit-sedikit mengandalkan pernyataan Plato, Sokrates, Marx, dan ilmuwan dari negara lain. Saya pribadi tidak suka banyak mengutip dan menghindari seminimal mungkin untuk mengutip. Kita sendiri yang tahu kondisi dan keadaan keindonesiaan kita hari ini dan masa yang akan datang. Bukan orang-orang Jerman, Perancis, atau Yunani macam mereka. Sebagian dari kita ini ‘kan bangga dan merasa keren kalau mengutip pendapat orang dari negara lain. Padahal itu sering kali tidak relevan dengan keadaan bangsa dan negara kita hari ini.
Kalau orang dengan kualitas SDM rendah menjadi pemimpin, maka ia akan menjadi pemimpin yang tidak memiliki inovasi dan kreativitas. Ia hanya akan menghabiskan waktu untuk memperbaiki citranya tanpa membuat perubahan. Alih-alih memberi solusi pada orang yang dipimpin, meningkatkan kualitas dirinya saja tidak mampu.
Ada orang berkata bahwa untuk menjadi pemimpin politik tidak perlu sekolah tinggi. Bagi saya itu omong kosong dan pernyataan naif. Memang betul ada orang yang tanpa harus sekolah tinggi, ia bisa menjadi pemimpin yang mampu membawa perubahan dan berpikir visioner. Tapi cobalah jujur dan tengoklah, berapa persen kelompok itu. Justru, para pemimpin politik yang berhasil adalah berpendidikan tinggi. Peryantaan saya ini pun terkesan angkuh, tapi beginilah kenyataannya. Pendidikan yang tinggi memberi peluang kepada setiap individu untuk meningkatkan kualitasnya. Dan, kualitas itu memberi peluang kepada mereka untuk menjadi pemimpin politik yang inovatif dan kreatif.
Bagaimana mungkin seorang pemimpin politik dapat membuat kebijakan publik yang berdampak luas bagi kesejahteraan orang banyak, sedangkan ia tidak memahami teori yang relatif benar dalam membuat kebijakan. Ilmu dan teori didapatkan dari bangku pendidikan tinggi. Orang boleh mengandalkan pengalaman, tapi akan tanpa arah jika tidak dibarengi dengan pemahaman akan ilmu membuat kebijakan dan memimpin yang relatif benar.
Anda jangan memberi pernyataan hipokrit atau naif. Ini sama halnya dengan sebagian orang yang mengatakan bahwa macam pendiri Apple, Steve Jobs tidak perlu sekolah tinggi untuk menjadi sukses. Atau Mark Zuckerberg yang di-DO dari Harvard University, tapi berhasil menjadi salah seorang terkaya di dunia. Betul. Tapi hanya berapa persen mereka yang seperti itu. Anda jangan membenarkan sikap hipokrit Anda dengan menyuruh orang tidak perlu sekolah tinggi untuk menjadi sukses atau menjadi pemimpin politik yang berkualitas.
Kembali ke soal kualitas SDM yang rendah. Apa bukti konkret yang ada di sekitar Anda? Coba tengok. Saat musim pilkada seperti ini, biasanya angka konflik meningkat. Itu disebabkan karena mereka yang SDM kualitas rendah itu tidak mampu memahami perbedaan politik dengan baik dan bijak.
Sungguh sangat disayangkan, tidak sedikit orang saling mencaci karena perbedaan pilihan. Itu adalah contoh nyata dari bencana yang diakibatkan oleh rendahnya kualitas SDM dari mereka yang melakoni politik praktis.
Seharusnya mereka berpikir dengan rasional bahwa tidak ada gunanya tegang-tegangan membela pilihan politik. Itu sangat berlebihan. Mereka mengorbankan persatuan dan kemanusiaan hanya karena sandiwara politik. Tapi lagi dan lagi, apa yang bisa diharapkan dari orang-orang dengan kualitas yang rendah untuk bersikap adem dan damai dalam berdemokrasi.
Solusi agar tidak terjadi bencana dari setiap kebijakan dan laku politik praktis adalah orang-orang harus sadar untuk meningkatkan kualitas dirinya. Menjadi cerdas adalah sebuah keharusan. Being smart in politic is a must. Jangan terkungkung dalam kualitas diri yang rendah.