Skenario Menjegal Anies
Harus diakui bahwa Anies adalah salah satu putra terbaik bangsa yang pernah mengabdikan dirinya untuk kepentingan bangsa dan negara.
Di UGM dulu, Anies adalah salah satu mahasiswa berprestasi. Dengan Ganjar, keduanya seangkatan. Ganjar di Fakultas Hukum, Anies di Fakultas Ekonomi. Keduanya juga saling berdebat dalam konteks berorganisasi. Anies pernah jadi ketua Dewan Mahasiswa UGM, sedangkan Ganjar aktif di Mapala. Kalau tidak salah di GMNI juga.
Pengabdian Anies dimulai dari jadi dosen. Ia mengikuti jejak orang tuanya. Bapaknya pernah jadi wakil rektor UII Jogja. Bapaknya Anies adalah seniornya Mahfud MD. Ibunya, sampai sekarang adalah profesor di UNY.
Lalu, atas nama keinginan untuk membawa perubahan, ia maju pada konvensi calon presiden Partai Demokrat tahun 2013. Ia kalah dari Dahlan Iskan yang bos Jawa Post itu.
Pengabdian Anies berlanjut. Ia mendukung Jokowi sampai jadi presiden pada tahun 2014. Atas jasanya itu Anies diangkat jadi menteri pendidikan.
Belum sampai setengah jalan, Anies diberhentikan. Ada yang tahu mengapa diberhentikan? Dugaan saya, ya, karena, Anies terlalu dekat dengan Jusuf Kalla. Jokowi saat itu sedang memetakan dukungan di periode pertamanya. O ya, jangan dikira komunikasi Jokowi dan Jusuf Kalla tidak menemui kendala. Pada beberapa kasus, keduanya deadlock. Panda Nababan, wartawan senior pernah diminta Jokowi untuk menjembatani dengan Jusuf Kalla agar komunikasi keduanya lancar.
Persoalan friksi, ketegangan, atau konflik dingin presiden dan wakil presiden bukan hal yang aneh. Di beberapa negara, bahkan ada wapres yang tidak dilibatkan. Inilah salah satu sisi negatif wapres dipilih oleh koalisi partai pendukung. Cocok tidak cocok dengan presiden bukan yang utama. Maka penting bagi calon presiden diberikan hak prerogatif untuk memilih orang yang paling tepat untuk mendampinginya sebagai cawapres
Kembali ke soal skenario terjegalnya Anies. Ini baru Januari. Pendaftaran capres-cawapres dilakukan bulan September-Oktober. Artinya, masih banyak yang akan terjadi sembilan bulan ke depan.
Patut disayangkan jika Anies terjegal jadi capres. Jamak dengan itu, saya belum 100% yakin Nasdem akan mengusung Anies.
Setidaknya ada dua skenario terjegalnya Anies jadi capres. Satu, Anies tersangkut kasus Formula E. Namanya juga politik, setiap orang adu strategi dan baku hantam untuk saling menjegal. Persoalan Formula E ini sangat rawan bagi (terjegalnya) Anies. Jika itu terjadi, Anies hanya akan fokus mengurus dirinya dalam proses hukum, alih-alih nyapres.
Dua, komunikasi politik dan pertimbangan untung rugi Nasdem. Ingat! Nasdem tidak bisa mengusung capres sendiri. Ia butuh koalisi. Kalau sudah urusan koalisi, setiap partai pasti mempertimbangkan untung rugi. Saya dapat apa, kamu dapat apa. Bukan tidak mungkin, ada figur lain yang diusung. Mampukah Nasdem menjaga pendiriannya untuk mengusung Anies atau justru realistis mencari teman koalisi selain PKS dan Demokrat, lalu mengusung calon lain? Let’s see.
Posisi Anies masih sangat rawan. Tidak sepenuhnya salah jika beberapa pihak menganggap bahwa langkah Nasdem mendeklarasikan Anies itu buru-buru.
Saya juga jadi menduga-duga, jangan-jangan PKS dan Demokrat tidak kunjung deklarasikan Anies lantaran kedua partai ini ngotot ingi mengusung kadernya jadi capres. Jadi, bukan sekadar urusan cawapresnya Anies.
Tapi moga-moga saja dua skenario di atas tidak terjadi menjegal Anies. Urusan kalah dan menang dalam pilpres itu hal yang biasa. Tapi penting bagi putra terbaik bangsa seperti Anies ikut kontestasi demokrasi terbesar.