Menjilat Bupati

Anda tahu apa salah satu hal yang merusak pemimpin? Yaitu, dia tidak bisa memilih anggota tim atau bawahan yang berani berbicara jujur atas kepemimpinannya. Kebanyakan pemimpin akan memilih bawahan yang bisa dia kendalikan atau yang melayani tanpa bertanya atau yang suka memberikan pujian atas kepemimpinannya. Salah satu tanda kehancuran seorang pemimpin adalah jika dia menternak penjilat atau yang berpotensi menjadi penjilat.

Saat ini tidak sedikit bawahan yang bermetamorfosa menjadi penjilat. Mereka memuji bupatinya setinggi langit. Mereka bersikap naif dan seolah-olah tidak membuka mata atas kekurangan yang dimiliki oleh bupatinya.

Contoh sikap menjilat itu seperti ini: “Sejauh ini program bapak bagus-bagus, ya” atau “Wah, bapak pemimpin yang merakyat” atau “Bapak adalah orang yang berhasil memimpin sejauh ini”atau “Bapak memimpin daerah tanpa cela.” “Program bapak tepat sasaran”. Anda bisa menambahkan kalimat-kalimat menjilat dari mereka yang menjilat. Mereka memuji bupatinya, padahal mereka tahu rakyat bupati banyak yang tidak puas dengan kepemimpinannya.

Penjilat juga suka sekali membandingkan bupati yang sekarang dengan bupati terdahulu. “Wah, kepemimpinan bapak lebih baik dari bupati sebelumnya.” Penjilat biasanya identik dengan mereka yang bodoh dan sikapnya yang kekanak-kanakan. Mereka melakukan apa saja demi me-raja-kan bupati mereka. “Bapak tidak masalah punya istri lagi. Bapak tetap hebat”. Hahahahahaha

Di daerah saya, di NTB sana, ada padanan kata dalam bahasa daerah yang menunjukkan betapa bobrok dan bahayanya sikap menjilat pemimpin. Padanan kata itu juga merepresentasikan betapa rusaknya moral para bawahan yang menjilat pemimpinnya. Apa itu? Ada istilah “nela” atau nela ponto”. Dua padanan kata tersebut mengejawantahkan betapa rusaknya moral orang yang suka menjilat. “Nela” berarti menjilat, sedangkan “ponto” berarti pantat. Tidak ada yang lebih rendah dan bobrok sikap seseorang dari sikap “menjilat pantat”. Orang-orang di daerah saya sangat keras menghukumsosialkan orang lain. Maka jangan coba-coba jadi penjilat, apalagi penjilat bupati di sana. Hahahahahahahahahahaha

Penjilat juga suka mengorbankan kepentingan rakyat. Para penjilat hanya akan menyampaikan pujian-pujian dari rakyat untuk bupati. Mereka tidak akan menyampaikan kritik atau masukan rakyat kepada bupati. Mereka menjadi pasukan berani mati bagi bupati. Jika ada rakyat yang mengkritik bupati, mereka akan perangi rakyat itu. Susah! Angel, kata orang Jawa.

Mereka memerangi rakyat yang memberi masukan kepada bupati. Mereka memposisikan bupati dan rakyat adalah dua hal yang terpisah. Mereka bodoh! Mereka tidak sadar bahwa kekuasaan bupati ada di tangan rakyat. Hati-hati! Rakyat akan menghukum bupati dengan tidak memilihnya lagi di periode selanjutnya—If he has the other chances for the next period.

Biasanya mereka yang suka menjilat adalah mereka yang tidak memiliki kemampuan dan kepercayaan diri untuk bertahan hidup dan mencari makan sendiri. Tidak menjilat, tidak makan. Itulah istilah yang menggambarkan sikap mereka itu. If you don’t lick, then you can’t eat.

Karena kalau mereka tidak menjilat bupati, mereka tidak dapat makan. Mereka yang menjilat adalah mereka yang tidak memiliki pekerjaan tetap. Mereka mendapatkan makan dari sikap menjilat itu.

Mereka puji bupatinya setinggi langit. Dari sana hati bupati senang. Dengan hati yang riang gembira, bupati mempertahankan mereka. Mereka menghadirkan kesenangan semu kepada bupati. Padahal di luar sana, ada banyak rakyat yang mengeluh. Ada banyak juga yang menilai bupati gagal.

Hati-hati, bupati! Hari ini Anda bisa saja dibuat senang karena pujian para penjilat. Tapi kalau Anda tidak membuka mata dan telinga, Anda akan dihukum oleh rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi.

Kalau kekuasaan bupati itu lima tahun, untuk tahun pertama sampai ketiga, bupati bisa saja terlena. Tapi begitu masuk tahun keempat, apalagi tahun kelima, bupati akan melihat kenyataan pahit. Ternyata selama ini, dia disuguhkan kesenangan semu dengan pujian memimpin dengan baik dan merakyat, padahal di luar sana banyak rakyat yang mengeluh. Kalau bupati sadar di tahun keempat, maka itu sudah terlambat untuk memperbaiki.

Sedangkan, di sisi lain para penjilat mulai meninggalkan bupati. Lihat saja di tahun keempat. Mereka mulai menimbang apakah bupati menang lagi di periode selanjutnya atau tidak. Kalau mereka meramal tidak akan menang, maka mereka akan mencari calon bupati baru yang bisa mereka jilat.

Ada satu cara mengidentifikasi penjilat. Jangan kasih dia memegang jabatan apapun atau posisi apapun. Hampir pasti penjilat akan menjelek-jelekkan bupatinya. Kalau mereka adalah mantan tim sukses, ketika tidak diberi apa-apa, mereka akan menjadi musuh dan menjelek-jelekkan bupatinya.  Apakah di daerah Anda ada penjilat bupati?

Add a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *