Janji Politisi, Kok, Dipercaya
Kita sedang memasuki tahun politik. Tahun di mana kita akan banyak mendengar janji perbaikan, tapi, ya, namanya juga politisi, setiap pemilu mereka memberi janji. Janji politik, namanya. Janji itu klasik. Mereka kurang kreatif karena hanya mengulang janji yang disampaikan lima, sepuluh, atau lima belas tahun yang lalu.
Atas janji dan omongan politisi, rakyat tidak perlu memasukkannya ke hati. Di-iya-kan saja. Sebab, ada politisi yang menempati janjinya, ada juga yang tidak. Justru kebanyakan dari mereka tidak menepati janji.
Mereka turun ke rakyat, pas dekat dengan pemilu begini saja. Mereka bak jamur di musim hujan. Tidak ada hal lain yang mereka minta, kecuali doa dan dukungan.
Janji lima tahunan terus diulang. Tidak ada yang fresh, baru, dan penuh gagasan. Janji mereka normatif, yaitu membawa perubahan. Tapi, itu terdengar sangat absurd dan tidak terukur. Bagi orang yang paham, itu cukup meggelikan sekaligus memuakkan.
Toh, perubahan tidak selamanya berarti perkembangan baik. Involusi adalah istilah yang tepat untuk menggambarkan betapa ada perubahan, tapi tidak membawa perkembangan baik. Ada perubahan yang secara kuantitatif bertambah, tapi secara kualitatif justru mengalami kemunduran.
Janji politik, kok, dipercaya. Jangan dimasukkan ke hati. Nanti Anda bisa kecewa dan kesehatan mental Anda terganggu.
Selamat memasuki tahun politik, tahun di mana Anda akan dibuat kaget karena tiba-tiba Anda dipanggil keluarga dan kerabat, padahal sebelumnya Anda tidak pernah mengenal yang bersangkutan.
“If you repeat a lie often enough, it’s called politics,”kata seorang filsuf. Jika kamu mengulang kebohongan sesering mungkin, itulah politik.