Dosen Bejat dan Pelecehan Seksual
Seorang dosen di sebuah universitas terlaporkan melakukan pelecehan seksual kepada delapan mahasiswanya. Saya tidak yakin hanya delapan orang. Kemungkinan jumlahnya lebih dari itu. Satu per satu mahasiswi buka suara. Menukil sebuah sumber, dosen tersebut memaksa mahasiswi menciumnya supaya dizinkan tidak masuk kuliah. Para korban diancam tidak diluluskan jika menolak permintaan sang dosen. Para korban tidak berani melaporkan tindakan tersebut karena takut tidak diluluskan atau ketahuan orang tua.
Kalau anak perempuan atau adik perempuan saya yang dilecehkan oleh oknum dosen, saya hajar dan gebukin dosen itu. Saya hajar dulu sebelum diserahkan ke pihak kepolisian. Selama ini, dosen-dosen bejat dan brengsek itu memanfaatkan power dan kewenangan mereka untuk berlaku sewenang-wenang kepada mahasiswa.
Saya sudah mengatakan pada tulisan lain bahwa pelecehan seksual yang terjadi di kampus adalah lagu lama, klasik, dan fenomena gunung es. Kasus-kasus yang terungkap selama ini hanyalah secuil dari gunung es pelecehan seksual yang terjadi di kampus. Kita tidak pernah tahu bahwa mungkin ada mahasiswa yang diremas payudara dan pantatnya oleh oknum dosen bajingan. Kita tidak pernah tahu mungkin ada mahasiswa yang dijilat lehernya oleh dosen brengsek. Kita tidak pernah tahu mungkin ada mahasiswa yang dipaksa melakukan oral seks oleh oknum dosen yang kebetulan jadi dekan atau wakil rektor. Mungkinkah ada mahasiswa yang dipaksa membuka BH-nya agar oknum dosen bisa mengemut payudaranya setelah bimbingan skripsi? Mungkinkah ada mahasiswa yang diajak berhubungan badan oleh oknum dosen lewat WhatsApp dengan imbalan memberi nilai tinggi. Semua itu kita tidak pernah tahu, tapi saya yakin itu terjadi. Saya yakin! Anda jangan berlagak lugu dengan saya dengan meminta data. Pakai nalar dan common sense Anda.
Lalu, mungkin ada yang berkomentar, kok, seolah-olah pihak dosen yang diserang. Apakah mungkin mahasiswa sebaliknya melakukan pelecehan seksual pada dosen perempuan? Kemungkinannya ada, tapi sangat kecil. Karena apa? Karena relasi kuasa. Dosen yang dilecehkan oleh mahasiswa pasti melapor dan mem-blow up agar mahasiswa dihukum, diberi sanksi, sampai dikeluarkan. Persoalan seorang perempuan yang kebetulan dosen dan seorang laki-laki yang kebetulan mahasiswa check-in untuk ena-ena di hotel, itu beda soal. Relasi yang terjadi antara mereka bukan lagi relasi dosen-mahasiswa, tetapi dua orang yang suka sama suka yang ingin merasakan enaknya surga dunia. Selain itu, juga terjadi di luar kampus.
Relasi kuasa sangat menentukan terbukanya pelecehan seksual di kampus. Dosen yang bajingan menyalahgunakan kewenangannya yang besar dalam menentukan kelulusan dengan cara meminta mahasiswa untuk “membalas” peran itu. Ada dua tipe mahasiswa dalam menghadapi hal ini: satu, mahasiswa yang kuat menjaga harga diri mereka. Lebih baik tidak diluluskan, daripada diremas payudara dan dilecehkan oleh dosen. Dua, mahasiswa yang karena berbagai kondisi dan pertimbangan terpaksa mau mengikuti dan memenuhi permintaan dosen.
Teori Relasi Kuasa menyatakan bahwa pihak yang berkuasa dan dominan cenderung atau terbuka untuk menguasai dan mengintimidasi pihak yang lemah dengan instrumen dan power yang dimilikinya. Dalam konteks hubungan dosen-mahasiswa, dosen adalah pihak yang dominan dan memiliki kewenangan, sedangkan mahasiswa adalah pihak yang lemah dan tidak memiliki instrumen berkuasa seperti halnya dosen. Di sinilah kerentanan itu terjadi. Dosen-dosen bajingan menyalahgunakan power mereka untuk mengambil manfaat seksual dari mahasiswa.
Sampai sekarang, saya belum menemukan strategi tertentu yang dilakukan oleh pemerintah baik sebagai upaya preventif yang efektif agar tidak terjadi lagi pelecehan seksual di kampus. Karena itu, mahasiswa harus memagari diri mereka dari kemungkinan terjadinya pelecehan dari oknum dosen yang tidak bermoral. Jangan pernah takut melapor dan melawan. Beri tahu orang tua begitu ada tindakan pelecehan. Tidak usah takut tidak diluluskan.
Tapi, ya, begitu keadaannya. Penyelesaikan kasus kadang tidak maksimal dan bahkan tak ada ujungnya, karena yang bersangkutan adalah dosen yang berpengaruh di suatu kampus. Bisa jadi karena dia rektor, wakil rektor, dekan, atau ketua jurusan.
Untuk menutup tulisan ini saya mau mengatakan sesuatu: “Kamu boleh brengsek dan bajingan untuk hal-hal lain, tapi jangan sampai kamu melakukan pelecehan seksual. Karena itu serendah-rendahnya martabat manusia. Kalau kamu tidak tahan, kamu bisa bayar PSK atau melakukan onani.”
O ya, pelecehan itu tidak hanya dalam bentuk fisik. Pelecehan juga bisa dalam bentuk verbal. Untuk para orang tua yang punya anak mahasiswa, coba tanya, apakah mereka pernah dilecehkan oleh oknum dosennya?