Anies Presiden, Proyek IKN Batal
Sepertinya polarisasi Cebong-Kampret pada Pilpres 2024 mendatang tidak akan setegang saat Pilres 2019. Mengapa? Ummat, sebutan untuk pendukung Prabowo pada pilpres lalu, saat ini sebagiannya sudah lari mendukung Anies. Mereka terlanjur kecewa dengan Prabowo yang masuk gerbong dan jadi anak buah Jokowi. “Jangan harap saya memilih dia lagi kalau nyapres,” kata seorang ummat dengan amarah dan dendam. Ya, wajar. Dia terlanjur sakit hati. Sudah menghadiri serangkaian demo, aksi damai, dan perang urat syaraf dengan pendukung Jokowi untuk mendukung aspirasi ummat, eh, Prabowo justru pragmatis. Dia dan kawan-kawannya merasa ditinggalkan.
Apakah Anda adalah bagian dari ummat yang kecewa berat dengan Prabowo? Mohon bersabar. Dus, saya menyarankan agar Anda jangan terlalu percaya, eh, maksud saya tidak menaruh harapan terlalu tinggi pada politisi. Jika ingin kesehatan mental Anda terjaga baik sebelum pemilu maupun pascapemilu, harap tidak berharap banyak pada politisi. Kalau bisa tidak menaruh harapan, toh, juga siapa pun yang terpilih, hidup Anda tidak akan berubah secara signifikan.
Kembali ke soal “Anies presiden, proyek ibu kota negara di Kalimantan hampir pasti batal.” Dugaan saya seperti itu. Apa alasannya? Sederhana saja: Anies bukan orang Jokowi.
Jika merunut, dulunya Jokowi dan Anies adalah teman dekat. Anies adalah salah seorang yang berada di barisan paling depan mengusung Jokowi. Ketika Jokowi mengecek Kali Ciliwung, Anies ikut. Bahkan, ketika Jokowi mengecek gorong-gorong, Anies juga setia menemani. Karena kepentingan politik, Jokowi mendepak Anies dari kabinetnya. Boleh jadi Jokowi mengendus Anies berpotensi menjadi orang yang akan “menggunting dalam lipatan.” Ini bahaya dalam politik praktis. Atas itu, sangat wajar untuk “menghabisi” lawan atau yang berpotensi menjadi lawan sehingga tidak menebar ancama yang lebih masif. Apalagi Anies dekat dengan Jusuf Kalla.
Setelah didepak Jokowi, Anies diselamatkan oleh Prabowo. Menanglah dia dalam Pilkada DKI Jakarta tahun 2017. Setelah lima tahun memimpin Jakarta, pengganti Anies adalah Heru Budi Hartono, yang ditunjuk oleh Jokowi. Siapa Heru? Dia orang Jokowi. Heru juga pernah digadang-gadang jadi wakilnya Ahok saat pilkada tahun 2017. Heru ini meskipun birokrat, kelihatannya punya afiliasi ke PDIP. Penunjukan Heru sebenarnya dapat dilihat sebagai upaya penenggelaman citra baik Anies di DKI. Coba lihat, beberapa proyek dan kebijakan Anies mulai dihapus oleh Heru. Yang terbaru kemarin, Jokowi memuji Heru yang sudah sedang berhasil menyelesaikan proyek sodetan Kali Ciliwung. Secara tidak langsung Jokowi menyindir Anies yang tak mampu menuntaskan itu. Jika jeli melihat, Jokowi sedang berupaya sistematis menghambat gerakan Anies. Saya kira itu wajar-wajar saja. Ini politik, men. Siapa kuat, dia menang.
Apa jangka panjangnya? Yaitu, jangan sampai Anies jadi presiden. Kalau dia jadi presiden, proyek IKN pasti batal. Titik berat pertarungan sebenarnya sedang dimulai. Jokowi tentu mau proyek IKN yang sudah peletakan batu pertama itu tidak terhambat alias tetap dilanjutkan oleh penerusnya. Ada banyak kepentingan, termasuk kepentingan bangsa dan negara yang dipertaruhkan jika proyek ini gagal. Jokowi pun mau meninggalkan legitimasi, setidaknya sebagai presiden yang memulai pembangunan IKN.
Itu yang saya lihat. Ini bukan sekadar pertarungan politik, tapi juga pertarungan harga diri dan legitimasi. Meski Jokowi belum bisa memastikan bahwa presiden selanjutnya tetap melanjutkan proyek IKN, setidaknya jangan sampai Anies jadi presiden. Kalau Ganjar yang jadi presiden, masih ada harapan proyek ini akan dilanjutkan. Anda tahu ‘kan Jokowi dan Ganjar adalah petugas partai banteng.
Perhatikan! Pertarungan, siasat, dan strategi saling menghabisi dalam kepentingan politik sedang dimulai. Kita sebagai rakyat, ya, jadi penonton saja.