Bisakah Pantai Lakey Seperti Ini?
Hari ini dan besok, saya, istri, dan anak-anak mengikuti Jogja Internasional Kite Festival 2023 atau Festival Internasional Layang-Layang Jogja 2023 yang diadakan di Pantai Parangkusumo, Bantul. Acara ini adalah acara tahunan yang diadakan di Jogja untuk memperebutkan Piala Raja Hamengku Buwono X.
Event skala internasional ini diikuti oleh peserta dari berbagai negara, di antaranya: Jepang, Malaysia, Singapura Korea Selatan, India, dll. Ribuan bahkan ratus ribuan wisatawan memadati Pantai Parangkusumo. Letak pantai ini persis di sebelah barat Pantai Parangtritis.
Setiap berkunjung ke sebuah acara bertemakan budaya dan pariwisata atau objek wisata, saya selalu melihat sisi lain. Saya memperkirakan jumlah wisatawan yang berkunjung dan berapa pemasukan daerah yang diraup dari acara atau kegiatan tersebut.
Saya membayangkan betapa besarnya pemasukan dan pendapatan daerah Bantul dan DIY dari festival ini. Belum lagi berapa banyak UMKM yang laris dagangannya karena acara ini. Betapa senangnya pemilik home stay atau penginapan di sekitar pantai karena penuhnya wisatawan yang menginap di sini. Betapa hidupnya perekonomian masyarakat sekitar objek wisata berkat acara ini.
Acara ini, saya lihat, terselenggara atas inisiatif Pemda DIY, Pemda Bantul, dan komunitas-komunitas masyarakat. Sinergitas pemerintah daerah dan masyarakat menghasilkan sesuatu yang luar biasa besar.
Melihat betapa suksesnya acara festival layang-layang di Pantai Parangkusumo ini, saya langsung teringat Pantai Lakey di Dompu, NTB, daerah asal saya. Kalau dibandingkan dari sisi kualitas pantai, Pantai Lakey jauh lebih unggul dari Pantai Parangkusumo. Pantai Lakey memiliki pasir yang putih kekuningan dan bersih, sedangkan pasir di Pantai Parangkusumo berwarna hitam dan bercampur tanah.
Selain itu, Pantai Parangkusumo tidak bisa dipakai berenang karena berada di lengkungan laut. Beda dengan Pantai Lakey yang memiliki ombak dengan keunggulan untuk perlombaan surfing tingkat internasional.
Tapi, hebatnya, Pantai Parangkusumo jauh lebih menghasilkan untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) Bantul dibandingkan Pantai Lakey untuk Dompu. Anda bertanya perihal datanya? Silakan search sendiri di website laporan keuangan kabupaten dan kota di Indonesia.
Pantai Parangkusumo tidak pernah sepi dari berbagai event, baik yang berskala lokal, nasional, maupun internasional.
Apa kunci dari itu semua? Yaitu, inovasi dan kreativitas dari pemerintah daerah dan berbagai komunitas masyarakat. Pemerintah daerah harus berinovasi. PAD harus meningkat dengan memanfaatkan potensi pariwisata. Jangan berpangku tangan dan berada di zona nyaman karena ada dana perimbangan dari pemerintah pusat.
Kalau berada di tangan pemerintah daerah yang kurang inovatif dan malas, Pantai Parangkusumo ini tidak akan menghasilkan apa-apa karena banyak keterbatasannya. Tapi karena pemerintah daerah dan masyarakatnya kreatif serta mau bekerja keras, mereka melihat ada peluang di balik keterbatasan.
Seharusnya Pemerintah Daerah Dompu mampu memaksimalkan potensi Pantai Lakey. Tingkatkan PAD melalui sektor pariwisata. Kalau tidak bisa mengadakan kompetisi surfing, lakukan festival lain. Betapa hidupnya perekonomian masyarakat di sekitar Pantai Lakey kalau ada acara-acara berskala kecil maupun besar. UMKM bisa memasarkan produknya. Penginapan tidak sepi pengunjung.
Pemerintah daerah yang kreatif pasti pintar dan cerdik melihat setiap peluang. Sedang yang malas, pasti selalu mencari alasan dan keterbatasan. Kalau kerjaannya hanya bisa cari alasan, tidak usah memimpin daerah. Pemimpin daerah harus kreatif dan berpikir out of the box.
Mungkin ada yang mengatakan bahwa Pemda Bantul bisa melakukan festival skala internasional karena punya banyak kemudahan. Ah, tidak juga. Pemerintah daerah mana pun itu pasti punya keterbatasan. Tinggal bagaimana pemimpin dan masyarakat cerdas melihat peluang.
Bisakah Pantai Lakey seperti ini? Atau pantainya tidak maksimal dikelola? Ayolah, ini potensi daerah.
Kalau butuh bantuan untuk ide, gagasan, dan wacana untuk pengembangan pariwisata, saya bersedia membantu sebagai konsultan secara gratis. Salah satu disiplin ilmu dan kajian yang saya dapatkan dari UGM adalah konsep pariwisata berbasis masyarakat atau Community Based Tourism (CBT).